Friday, 28 December 2018

Amerika Menuju Resesi

Amerika menuju resesi
(Ekonomi dan Politik)

Bulan maret 2018 Gary Cohn mengundurkan diri sebagai Ketua Dewan Penasehat Ekonomi Nasional Pemerintahan Donald Trump.

Setelah itu Saya menulis di blog tentang Trump telah melakukan kesalahan yang fatal dalam kebijakan Ekonominya.
Masa depan AS suram.
Tulisan Saya itu di sikapi sinis oleh blogger yang menulis komen lewat email.
Minggu berikutnya keputusan Cohn berdampak terhadap imbal hasil (yield) Obligasi Pemerintah AS, US Treasury.
Nilai tukar Dollar AS melemah 0,5%.
Ada pun indeks S&P 500 anjlok 1,1%.
Imbal hasil US Treasury 10 Tahun jatuh lebih dari 4 basis poin menjadi 2,84%.

Siapa Gary Cohn?
Dia adalah adalah jenis Investment Banker.
Dia pernah menjabat selama 10 Tahun sebagai CEO Golman Sachs.
Ketika Tahun 2008 terjadi krisis Wallstreet, Golman Sachs termasuk Perusahaan yang menjadi jaring pengaman bagi Pemerintah AS.

Cohn adalah seorang Kader Partai Demokrat.
Namun dia berbeda pemikiran dengan Partainya.
Ketika masa Kampanye Pilpres AS, dia bergabung sebagai Tim Sukses Trumps.
Berharap bila Trumps terpilih sebagai Presiden, AS bisa menerapkan prinsip-prinsip Ekonomi yang ramah bagi Dunia Usaha.
Ia membantu Trump menyusun kebijakan-kebijakan Ekonomi yang ber-orientasi kepada sektor real yang tangguh.
Namun ternyata mimpinya kandas.
Ketika Trump melakukan tindakan pragmatis mengatasi defisit Perdagangan dengan menaikan Tarif Impor terhadap komoditas tertentu.
Ini tentu memicu Perang Dagang secara luas.
Terbukti sampai kini keadaan Ekonomi AS semakin sulit.
Bahkan berdampak secara Global.

Kini Trump berseteru dengan Gubernur Bank Central.
Trump berniat memecat Jerome Powell.
Alasan-nya karena The Fed telah menaikkan Suku Bunga Acuan sebesar 25 basis point menjadi 2,25%-2,5%
Selain itu the Fed juga memberikan sinyal bahwa kenaikan untuk Tahun depan hanya 2 kali lagi, dari 3 kali menurut konsensus para Pelaku Pasar Finansial Global.
Sementara Trump bersikeras agar the Fed tidak menaikkan Suku Bunga.
Ini membuktikan kebijakan Makro dan Fiskal AS amburadul.
Tidak mencerminkan bagaimana kebijakan Ekonomi sesungguhnya.

Trump cenderung berpikir ke arah Geopolitik atau ke Politik Internasional.
Tidak murni Ekonomi.
Padahal seharusnya ia tahu keputusan untuk tidak menaik-kan Suku Bunga Acuan akan memperburuk kondisi perekonomian AS yang semakin MENURUN hingga dibawah 3% di akhir Tahun ini.

Seorang Teman Analis di AS mengatakan kondisi saat ini mirip dengan kondisi 2007-08.
Gelombang Nasionalisme Populis yang dipelopori oleh Presiden AS merusak kekuatan Spirit Bangsa AS.
Dunia Saya hancur berantakan saat jatuhnya keuangan 2008.
Karier Saya selama 30 Tahun di bidang keuangan jatuh berantakan.
Dan keangkuhan berubah menjadi kerendahan Hati.
Saya kembali ke Jalan dan mencari Pekerjaan baru.
Beberapa mengatakan Saya seharusnya melihat masa depan.
Ya...
Tapi itu membuat sedikit membantu Saya untuk berubah.
Satu dekade setelah keruntuhan Lehman Brothers, bisakah itu terjadi lagi?
Ya...
Itu bisa.
Dan Dunia tampaknya tidak siap dengan lebih baik.
Ada Badai datang dan kita semua berdiri dalam BAHAYA.
China dan Negara lain tidak akan terhindar dari pertumpahan Darah Ekonomi akibat kebijakan Trumps.
Tahun depan adalah Tahun-tahun TERSULIT bagi AS.
Diperkirakan pertumbuhan akan mencapai tidak lebih 3%.

Makanya...
Saya sempat bingung karena Team Ekonomi dari "PRABOWO SANDI" ter-inspirasi dengan konsep Ekonomi AS.
Kalau AS saja dengan resource yang begitu besar, dapat KACAU dalam 4 Tahun di Tangan seorang Trump.
Gimana dengan INDONESIA?
Saya yakin kalau PRABOWO SANDI jadi Presiden tidak butuh 4 Tahun.
3 Tahun Ekonomi INDONESIA terpuruk JATUH lebih parah dari tahun 1998.
Bahkan TERBURUK dalam Sejarah.
Mengapa?
Di Tangan PREDATOR kehancuran itu tidak butuh lama.
Apalagi Tahun depan semua Negara bersiap-siap menghadapi Badai Resesi Dunia melanda.

Hanya sekelas JOKOWI yang sudah TERBUKTI mampu mengatasinya.

-Erizeli J Bandaro-